sistem omoregulasi pada molusca
Kata
Pengantar
Puji syukur kami panjatkan
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Osmoregulasi ” ini dengan
baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih kepada
Ibu Dr.,Dra. Mey Sulistyoningsih ,M.Si selaku Dosen mata kuliah Fisiologi Hewan
yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam
rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai osmoregulasi. Kami juga
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh
dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan
usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat
dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun
ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya
kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan
kami memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi perbaikan makalah
ini di waktu yang akan datang.
Ambon , 22 November 2016
Penyusun
ettec difinubun
DAFTAR
ISI
Kata
Pengantar ..................................................................................................... i
Daftar
Isi ............................................................................................................. ii
BAB
I. PENDAHULUAN
A.Judul ...................................................................................................................... 1
B.Latar Belakang ....................................................................................................... 1
C.Tujuan .................................................................................................................... 1
BAB
2. PEMBAHASAN
A.Sistem Osmoregulasi Pada
Hewan......................................................................... 3
B.Prinsip – Prinsip Dasar
Osmoregulasi..................................................................... 3
C.Pengaruh Lingkungan
Terhadap Osmoregulasi...................................................... 3
D.Osmoregulasi
Invertebrata Laut............................................................................. 4
E.Osmoregulasi Vertebrata
Laut................................................................................ 4
F.Osmoregulasi Pada Hewan
di Lingkungan Air Tawar............................................ 5
G.Osmoregulasi Pada Hewan di Lingkungan Air Payau.............................................
H.Osmoregulasi Pada Hewan di Lingkungan Darat....................................................
I. Osmoregulasi Pada Hewan Invertebrata...................................................................
J. Osmoregulasi Pada Hewan Vertebrata.....................................................................
BAB
3. PENUTUP
A.Simpulan ..................................................................................................................
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 10
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang.
Secara umum proses
osmoregulasi adalah upaya atau kemampuan untuk mengontrol keseimbangan air dan
ion antara di dalam tubuh dan lingkungannya melalui mekanisme pengaturan
tekanan osmose. Proses osmoregulasi diperlukan karena adanya perbedaan
konsentrasi cairan tubuh dengan lingkungan disekitarnya. Jika sebuah sel
menerima terlalu banyak air maka ia akan meletus, begitu pula sebaliknya, jika
terlalu sedikit air, maka sel akan mengerut dan mati. Osmoregulasi juga
berfungsi ganda sebagai sarana untuk membuang zat-zat yang tidak diperlukan
oleh sel atau organisme hidup.
Hal ini penting dilakukan terutama oleh
organisme perairan karena :
1.
Harus terjadi keseimbangan antara substansi tubuh dan
lingkungan.
2.
Membran sel yang merupakan tempat lewatnya beberapa
substansi yang bergerak cepat.
3. Adanya
perbedaan tekanan osmose antara cairan tubuh dan lingkungan.
Dalam proses inti osmoregulasi, terjadi suatu
peristiwa osmosis, dimana perpindahan cairan yang encer ke cairan yang pekat
shingga akan tercipta suatu kondisi konsentrasi yang sama dan disebut
dengan isotonis. Isotonis adalah dua macam larutan yang mempunyai tekanan
osmotik sama (isoosmotik) Pada kondisi Osmoregulasi: isotonis adalah tekanan
osmotik dua macam cairan misal: tekanan osmotik antara cairan tubuh dan air
laut (lingkungan hidup hewan).
B. Tujuan
1. Mengetahui osmoregulasi pada hewan tingkat rendah
dan tingkat tinggi
2 Mengetahui pengaruh
lingkungan terhadap osmoregulasi
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sistem Osmoregulasi pada Hewan
Alasan utama hewan harus melakukan
osmoregulasi adalah karena perubahan keseimbangan jumlah air dan zat terlarut
di dalam tubuh memungkinkan terjadinya perubahan arah aliran air/zat terlarut
menuju ke arah yang tidak diharapkan. Kriteria Hewan dalam Osmoregulasi:
a.
Hewan Osmoregulator, yaitu hewan
yang mampu melakukan osmoregulasi dengan baik.
b. Hewan Osmokonformer, yaitu Hewan yang
tidak mampu mempertahankan tekanan osmotik. Hewan osmokonformer harus
beradaptasi agar tetap bisa hidup dengan syarat perubahan lingkungan tidak
besar dan dalam kisaran toleransi tetapi jika perubahan lingkungan
terlalu besar maka untuk tetap hidup hewan osmokonformer harus bermigrasi
karena jika tidak hewan tersebut akan mati.
Lingkungan dimana hewan hidup dapat
mendukung dan dapat pula mengancam kehidupan hewan tersebut sehingga diperlukan
mekanisme osmoregolasi. Mekanisme osmoregulasi setiap hewan berbeda-beda denga
nvariasi yang sangat luas tergantung kemampuan dan jenis organ tubuh hewan
serta kondisi lingkunganhewan.
B.
Prinsip-prinsip Dasar Osmoregulasi
Terhadap lingkungan
hidupnya, ada hewan air yang membiarkan konsentrasi cairan tubuhnya
berubah-ubah menngikuti perubahan mediumnya (osmokonformer). Kebanyakan
invertebrata laut tekanan osmotic cairan tubuhnya sama dengan tekanan osmotic
air laut. Cairan tubuh demikian dikatakan isotonic atau isosmotik dengan
medium tempat hidupnya. Bila terjadi perubahan konsentrasi dalam mediumnya,maka
cairan tubuhnya disesuaikan dengan perubahan tersebut (osmokonformitas).
Sebaliknya ada hewan
yang mempertahankan agar tekanan osmotik cairan tubuhnya relative konstan lebih
rendah dari mediumnya (hipoosmotik)atau lebih tinggi dari mediumnya (hiperosmotik).
Untuk mempertahankan cairan tubuh relatif konstan, maka hewan melakukan regulasi
osmotic(osmoregulasi), hewannya disebut regulator osmotic atau osmoregulator. Ada
dua macam regulasi osmotic yaitu regulasi hipoosmotik dan regulasi
hiperosmotik. Pada regulator hipoosmotik, misalnya ikan air laut, hewan ini
selalu mempertahankan konsentrasi cairan tubuhnya lebih tinggi daripada
mediumnya (air tawar).
C.
Pengaruh Lingkungan Terhadap Osmoregulasi
Lingkungan Hidup Hewan
Pada dasarnya lingkungan hidup hewan
dapat dibagai menjadi lingkungan air dan lingkungan darat. Lingkungan air masih
dibedakan menjadi lingkungan air laut dan air tawar. Sedikit sekali hewan darat
yang benar-benar telah meninggalkan lingkungan air. Misalnya serangga dan
beberapa hewan darat yang lain, meskipun dianggap paling berhasil beradaptasi
dengan kehidupan didarat, namun hidupnya sedikit banyak masih berhubungan
langsung dengan air tawar. Kebanyakan hewan selain serangga, hidup didalam air
atau sangat tergantung pada air.
Komposisi cairan tubuh kebanyakan hewan,
khususnya konsentrasi komponen utama, mereflesikan komposisi air lautan
permulaan,tempat nenek moyang hewan pertama kali muncul. Air laut mengandung
sekitar 3,5% garam. Ion utama adalah natrium,khlorida,magnesium,sulfat dan
kalsium yang berada dalam jumlah yang besar.
Jumlah kosentrasi garam di lingkungan
sangat bervariasi sesuai tempat geografisnya. Di lautan tengah dimana penguapan
tinggi tidak diikuti dengan jumlah yang sama masuknya air tawar dari sungai,
maka lautan tengah memiliki kandungan garam mendekati 4%. Dilain daerah
khussunya di daerah pesisir,kandungan agak rendah dibandingkan dengan lautan
terbuka,tetapi jumlah relative ion-ion terlarut agak konstan
D. Osmoregulasi Hewan Invertebrata Laut
Hewan osmokonformer invertebrata laut
memiliki konsentrasi osmotik cairan tubuh sama dengan air laut sehingga terjadi
keseimbangan osmotik cairan tubuh hewan dengan lingkungannya tetapi tidak dalam
kondisi keseimbangan ionik sehingga terjadi perbedaan komposisi ion yang
menghasilkan gradien konsentrasi. Oleh karena itu hewan osmokonformer dapat
memperoleh masukan berbagai macam zat yang dibutuhkan dengan cara:
ion masuk kedalam tubuh dan mengakibatkan cairan tubuh menjadi hiperosmotik,
keadaan ini menyebabkan air dan zat-zat yang dibutuhkan tubuh yang terlarut di
air laut masuk ke dalam tubuh. Konsentrasi osmotik berbagai ion dalam tubuh
hewan tidak berbeda kecuali beberapa spesies hewan laut, misalnya ubur-ubur,
mempertahankan konsentrasi ion tetap berbeda dalam rangka pengaturan
fisiologis. Konsentrasi ion yang tidak diatur dengan cara khusus terjadi
melalui permukaan tubuh, insang, makanan yang ditelan, dan dengan menghasilkan
zat sisa (misalnya urin)
.
E. Osmoregulasi Hewan
Vertebrata Laut
Kelompok hewan ini dibagi menjadi dua,
yaitu:
·
Kelompok Konformer Osmotik dan Ionik terdiri
atas Siklostomata (hagfish) dan Vertebrata primitif osmoregulasinya sama
seperti invertebrata laut.
·
Kelompok Regulator Osmotik dan Ionik, memiliki ciri
regulasi osmotik dan ionik tidak sama dan memperlihatkan tingkatan; serta
konsentrasi osmotik plasma mendekati sepertiga konsentrasi osmotik air laut.
Kelompok hewan ini disebut hewan Regulator Hipoosmotik.
Teleostei laut memiliki cairan tubuh yang hipoosmotik
dan mengakibatkan kehilangan air sehingga diperlukan mekanisme adaptasi untuk
menghindari kehilangan air dari tubuhnya. Mekanisme untuk menghindari
kehilangan air tubuh dapat dilakukan dengan cara ikan banyak minum air laut
yang mengandung garam, garam masuk ke dalam tubuh hewan kemudian gara
dikeluarkan kembali dari tubuh melalui insang karena di insang terdapat sel
khlorid yang berfungsi mengeluarkan NaCl dari plasma ke air laut secara aktif.
Berbeda halnya dengan Elasmobrankhii, hewan ini
memiliki masalahpemasukan Na+ yang terlalu banyak ke dalam
tubuh (melalui insang) dan perolehan air yang terlalu sedikit. Untuk mengatasi
masalah tersebutElasmobrankhii menggunakan kelenjar rektal untuk mengeluarkan
kelebihan Na+secara aktif dan menghasilkan sedikit urin (urin
dimanfaatkan untuk mengeluarkan kelebihan NaCl).
Begitu pula yang terjadi pada mamalia laut, seperti
lumba-lumba dan ikan paus. Mamalia laut memiliki masalah pemasukan garam yang
terlalu banyak yang masuk bersama makanan. Hal ini dapat diatasi dengan organ
ginjal yang sangat efisien yang dapat menghasilkan urin yang kepekatannya 3 – 4
kali dari cairan plasmanya.
F. Osmoregulasi pada Hewan di Lingkungan Air Tawar
Masalah yang dihadapi hewan air tawar kebalikan dari
masalah yang dihadapi hewan laut, yaitu Tekanan Osmotik cairan tubuh hewan air
tawar lebih tinggi dari lingkungannya (hiperosmotik/hipertonis) sehingga dapat
memungkinkan pemasukan air yang berlebihan dan kehilangan garam. Masuknya air
ke dalam tubuh mengakibatkan ion dari tubuh keluar. Hal ini harus dibatasi,
oleh karena itulah hewan memiliki permukaan tubuh yang impermeabel terhadap air
sehingga ion dapat dipertahankan di dalam tubuh. Akan tetapi pada kenyataannya
air tetap masuk ke dalam tubuh melalui insang yang terbuka. Untuk itu
antisipasi kekurangan ion dapat dilakukan dengan cara transpor aktif sehingga
ion masuk ke dalam tubuh dalam bentuk garam sedangkan antisipasi kelebihan ion
dapat dilakukan dengan cara difusi ion keluar tubuh dalam bentuk garam.
G. Osmoregulasi pada Hewan di Lingkungan Payau
Hewan akutik tidak selamanya menetap di habitat yang
tetap (air laut atau air tawar)saat tertentu masuk ke daerah payau, misalnya
salmon, lamprey, dan belut. Perpindahan antara air tawar dan air bergaram
merupakan bagian dari siklus hidup yang normal sehingga hewn-hewan tersebut
harus memiliki kemampuan adaptasi yang baik terhadap perubahan kadar garam (kadar
garam di daerah payau selalu berubah). Ketika laju hewan meningkat maka akan
masuk ion terlarut dalam jumlah berlebih dan harus dikeluarkan melalui tubulus
malpighi dan rektum atau papila anal yang berfungsi mengeluarkan kelebihan
garam pada medium pekat dan mengambil ion secara aktif pada medium encer.
H. Osmoregulasi pada Hewan di Lingkungan Darat
Keuntungan bagi hewan yang hidup di lingkungan darat
adalah mudah memperoleh oksigen sedangkan kerugiaanya adalah sulitnya menjaga
keseimbangan air dan ion sehingga mudah terancam dehidrasi. Kehilangan air dari
tubuh pada hewan darat dapat terjadi melaui penguapan, dimana penguapan
tersebut dipengaruhi oleh kandungan uap air di atmosfer, tekanan barometrik,
gerakan udara, luas permukaan penguapan, dan suhu. Vertebrata yang berhasil
berkembang di lingkungan darat memperoleh air dari air minum dan makanan. Untuk
menghemat air vertebrata melakukan berbagai cara yang cukup bervariasi,
misalnya memiliki kulit yang kering dan bersisik, menghasilkan feses kering,
menghasilkan asam urat, dan mereabsorbsi urin encer yang di kandung kemih.
Pengaturan keseimbangan air berkaitan erat dengan proses mempertahankan suhu
tubuh. Pada hewan mamalia perolehan air berasal dari minuman, makanan, dan air
metabolik serta dari lingkungan yang berupa uap air sedangkan kehilangan air
dapat terjadi melalui keringat.
I. Osmoregulasi Hewan Invertebrata
Secara umum, organ osmoregulasi
invertebrata memakai mekanisme filtrasi, reabsorbsi, dan sekresi yang
prinsipnya sama dengan kerja ginjal pada vertebrata yang memproduksi urin yang
lebih encer dari cairan tubuhnya.
1) Osmoregulasi
pada serangga
Kehilangan air pada serangga terutama
terjadi melalui proses penguapan. Hal ini dikarenakan serangga memiliki ratio
luas permukaan tubuh dengan masa tubuhnya sebesar 50 kali, bandingkan dengan
mamalia yang mempunyai ratio luas permukaan tubuh terhadap masa tubuhnya yang
hanya ½ kali. Jalan utama kehilangan air pada serangga adalah melalui
spirakulum untuk mengurangi kehilangan air dari tubuhnya maka kebanyakan
serangga akan menutup spirakelnya pada saat diantara dua gerakan pernapasannya.
Cara mengatasi yang lain adalah dengan meningkatkan impermeabilitas kulitnya,
yaitu dengan memiliki kutikula yang berlilin yang sangat impermeable terhadap
air, sehingga serangga sedikit sekali kehilangan air melalui kulitnya. Sebagai
organ ekskretori serangga memiliki badan Malphigi yang bersama-sama dengan
saluran pencernaan bagian belakang membentuk sistem ekskretori osmoregulatori.
2) Osmoregulasi
pada Annelida
Cacing tanah seperti Lumbricus
terestris merupakan regulator hiperosmotik yang efektif. Hewan ini
secara aktif mengabsorbsi ion-ion. Urine yang diproduksinya encer, yang secara
esensial bersifat hipoosmotik mendekati isoosmotik terhadap darahnya. Diduga
konsentrasi urinnya disesuaikan menurut kebutuhan keseimbangan air tubuhnya.
Homeostasis regulasi juga dilakukan dengan pendekatan prilaku yaitu aktif
dimalam hari dan menggali tanah lebih dalam bila permukaan tanah kering.
3) Osmoregulasi
pada Molusca
Pada tubuh keong/siput memiliki
permukaan tubuh berdaging yang sangat permeable terhadap air. bila dikeluarkan
dari cangkangnya, maka air akan hilang secepar penguapan air pada seluas
permukaan tubuhnya. Semua keoang atau siput bernapas terutama dengan paru-paru
yang terbentuk dari mantel tubuhnya dan terbuka keluar melalui lubang kecil.
Toleransi terhadap air sangat tinggi. Tekanan osmotik cairan internal
bervariasi secara luas tergantung kandungan air lingkungannya. Untuk
menghindari kehilangan air yang berlebih, keong atau siput lebih aktif dimalam
hari dan bila kondisi bertambah kering , keoang akan berlindung dengan
membenamkan diri kedalam tanah serta menutup cangkangnya dengan semacam
operculum yang berasal dari lendir yang dikeluarkannya. Banyak keong darat yang
secara rutin mengeluarkan suatu zat yang mengandung nitrogen dalam bentuk asam
urat yang sulit larut dalam air, yang terbukti bahwa ternyata zat ini meningkat
pada beberapa spesies dalam masa kesulitan mendapatkan air. Selama masa
estivasi (tidur musim panas) asam urat ini disimpan dalam ginjal dengan maksud
mengurangi kehilangan air untuk menekskresikan nitrogen tersebut. Banyak
spesies keong yang menyimpan air didalam rongga mantelnya yang rupanya digunakan
pada liungkungan kering.
J. Osmoregulasi pada Vertebrata
1) Osmoregulasi pada Ikan (pisces)
Ikan-ikan yang hidup di air tawar
mempunyai cairan tubuh yang bersifat hiperosmotik terhadap lingkungan, sehingga
air cenderung masuk ketubuhnya secara difusi melalui permukaan tubuh yang
semipermiable. Bila hal ini tidak dikendalikan atau diimbangi, maka akan
menyebabkan hilangnya garam-garam tubuh dan mengencernya cairan tubuh, sehingga
cairan tubuh tidak dapat menyokong fungsi-fungsi fisiologis secara normal.
Ginjal akan memompa keluar kelebihan air tersebut sebagai air seni. Ginjal
mempunyai glomerulus dalam jumlah banyak dengan diameter besar. Ini dimaksudkan
untuk lebih dapat menahan garam-garam tubuh agar tidak keluar dan sekaligus
memompa air seni sebanyak-banyaknya.
Ikan laut hidup pada lingkungan yang hipertonik terhadap jaringan dan
cairan tubuhnya, sehingga cenderung kehilangan air melalui kulit dan insang,
dan kemasukan garam-garam. Untuk
mengatasi kehilangan air, ikan ‘minum’air laut sebanyak-banyaknya. Dengan
demikian berarti pula kandungan garam akan meningkat dalam cairan tubuh.
Padahal dehidrasi dicegah dengan proses ini dan kelebihan garam harus
dihilangkan. Karena ikan laut dipaksa oleh kondisi osmotik untuk mempertahankan
air, volume air seni lebih sedikit dibandingkan dengan ikan air tawar. Tubulus
ginjal mampu berfungsi sebagai penahan air. Jumlah glomerulus ikan laut
cenderung lebih sedikit dan bentuknya lebih kecil dari pada ikan air tawar
2). Osmoregulasi
pada amphibi
Sebagian besar
Amphibi adalah hewan
air atau semi
akuatik. Telurnya diletakkan dalam air, dan larvanya adalah hewan air
yang bernafas dengan insang. melalui metamorphosis, kebanyakan
Amphibi (tidak semua)
mengubah alat pernafasannya dengan
paru-paru. Beberapa salamander tetap memiliki insang dan tetap hidup dalam air setelah
dewasa. Dan kebanyakan katak dilain pihak berubah menjadi hewan darat, meskipun
biasanya masih tetap memilih habitat berair.
Regulasi osmotic
Amphibi mirip ikan air tawar, kulitnya berperan sebagai organ osmoregulasi
utama. Pada saat hewan berada dalam air tawar,terdapat aliran osmotic air
ke dalam tubuhnya
melalui kulit. Sehingga
urin yang akan dikeluarkan akan menjadi sangat encer.
Sebaliknya, apabila tidak sedang berada di air, katak dapat mereabsorbsi
kembali air yang terdapat di kandung kemih.
Sehingga, urin
yang akan dihasilkan akan menadi pekat. Barsama urin ikut terbuang garam-garam. Selain
itu, garam dan
mineral juga dapat
dilepaskan melalui kulitnya.
Katak dan
salamander umumnya adalah hewan air tawar, akan mati dalam beberapa jam
bila ditaruh dalam
air laut, jadi
katak dan salamander adalah regulator
hiperosmotik sempit. Namun
ada sejenis katak
pemakan kepiting, hidup didaerah rawa mangrove, mencari makan dan
berenang dalam air laut.Pada saat katak berada dalam air laut ia menjadi hewan
hiosmotik. Untuk mencegah kehilangan air osmotic melalui kulitnya, katak
menambah umlah urea dalam darahnya, yang dapat mencapai 480 mmol urea perliter.
Mekanisme ini beralasan, sebab kulit amphibi relative permeable terhadap air,
sehinggan secara sedarhana untuk mencegah
kehilangan air dibuat konsentrasi
osmotic darah seperti mediumnya.
Karena urea
essensial bagi katak untuk hidup normal, maka urea ditahan dalam tubuh dan tidak diekskresikan
bersama urin. Pada hiu, urea ditahan melalui reabsorbsi aktif dalam tubuli
ginjal. Pada katak pemakan kepiting, urea ditahan dengan mereduksi volume urin
pada saat katak berada dalam air laut. Nampaknya urea tidak direabsorbsi secara
aktif, sebab konsentrasi urea dalam urin tetap dalam keadaan sedikit di atas
urea dalam plasma. Katak pemakan kepiting, yang muda memiliki toleransi lebih
besar terhadap salinitas tinggi dari
pada yang dewasa.
Pada katak muda,
pola regulasi osmotiknya mirip
dengan teleostei sedangkan yang dewasa mirip Elasmobrankhii
3) Osmoregulasi pada Reptil
Hewan dari kelas reptile, meliputi ular,
buaya, dan kura-kura memiliki kulit yang kerimg dan bersisik. Keadaan kulit
yang kering dan bersisik tersebut diyakini merupakan cara beradaptasi yang baik
terhadap kehidupan darat, yakni agar tidak kehilangan banyak air. Untuk lebih
menghemat air, hewan tersebut menghasilkan zat sisa bernitrogen dalam bentuk
asam urat, yang pengeluarannya hnya membutuhkan sedikit air. selain itu, Reptil
juga melakukan penghematan air dengan menghasilkan feses yang kering. Bahkan,
Kadal dan kura-kura pada saat mengalami dehidrasi mampu memanfaatkan urin encer
yang dihasilkan dan disimpan dikandung kemihnya dengan cara mereabsorbsinya.
4) Osmoregulasi
pada Aves
Pada burung pengaturan keseimbangan air
ternyata berkaitan erat dengan proses mempertahankan suhu tubuh. Burung yang
hidup didaerah pantai dan memperoleh makanan dari laut (burung laut) menghadapi
masalah berupa pemasukan garam yang berlebihan. Hal ini berarti bahwa burung
tersebut harus berusaha mengeluarkan kelebihan garam dari tubuhnya. Burung
mengeluarkan kelebihan garam tersebut melalui kelenjar garam, yang terdapat
pada cekungan dangkal dikepala bagian atas, disebelah atas setiap matanya,
didekat hidung. Apabila burung laut menghadapi kelebihan garam didalm tubhnya,
hewan itu akan menyekresikan cairan pekat yang banyak mengandung NaCl. Kelenjar
garam ini hanya aktif pada saat tubuh burung dijenuhkan oleh garam.
5) Osmoregulasi pada Mamalia
Pada mamalia kehilangan air dan garam
dapat terjadi lewat keringat. Sementara, cara mereka memperoleh air sama
seperti vertebrata lainnya, yaitu dari air minum dan makanan. Akan tetapi,
untuk mamalia yang hidup dipadang pasir memperoleh air denga cara minum
merupakan hal yang mustahil sebagai contoh kangguru. Kangguru tidak minum air,
tetapi dapat bertahan dengan menggunakan air metabolic yang dihasilkan dari
oksidasi glukosa.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Secara umum proses osmoregulasi adalah upaya atau kemampuan hewan air untuk
mengontrol keseimbangan air dan ion antara di dalam tubuh dan lingkungannya
melalui mekanisme pengaturan tekanan osmose.
2. Proses osmoregulasi diperlukan karena adanya perbedaan konsentrasi
cairan tubuh dengan lingkungan disekitarnya. Jika sebuah sel menerima terlalu
banyak air maka ia akan meletus, begitu pula sebaliknya, jika terlalu sedikit
air, maka sel akan mengerut dan mati.
3. Osmoregulasi juga berfungsi ganda sebagai sarana untuk membuang zat-zat
yang tidak diperlukan oleh sel atau organisme hidup.
B. Saran
Penulis mengetahui bahwa dalam penulisan
makalah ini masih terdapat banyak kesalahan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan saran, kritik, maupun petunjuk dari segala pihak untuk
menyempurnakan laporan yang penulis sajikan ini.
DAFTAR PUSTAKA
Arsih, Fitri. 2012. Fisiologi Hewan. Padang : UNP
Press.
Campbell. 2004. Biologi Jilid Kelima-Jilid 3.
Jakarta : Erlangga.
Soewolo. 2000. Pengantar Fisiologi Hewan.
Malang : IKIP Malang.
Isnaeni, Wiwi. 2006. Fisiologi
Hewan. Yogyakarta : Kanisius