Sabtu, 16 September 2017

laporan praktekum Limnologi

Laporan Praktekum
Mata Kuliah : Limnologi

 











Oleh

Nama   : Abuakar fauzi difinubun
Nim     : 2013-63-050
Prodi   : MSP



FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PRODI MANAJAMEN SUBERDAYA PERAIRAN
UNIVERSITAS PATTIMURA AMBON
2017



Daftar isi.
Kata pengantar                             ……………………………………………!
BAB I. Pendahuluan  ……………………………………………!
1.1.         Latar belakang           ……………………………………………!
1.2.         Tujuan                       ……………………………………………!
1.3.         Manfaat                     ……………………………………………!
BAB II. Tinjawan pustaka……...…………………………………!
BAB III. Metode praktekum                   ………………………………!
      2.1. Waktu & temapat  praktekum   …..……………………!
      2.1. Alat dan bahan    …………………………………………!
      2.3. Metode pengambilan data          …………..…..………………!
BAB IV. Hasil dan Pembahasan   …….…………...……………!
BAB V. Kesempulan dan saran    ………………………………!
      Daftar pustaka                        ………………………………!
      Lampiran                                 ………………………………!



1.1. Kata Pengantar :
Segalah puji bagi tuha YME. Atas segalah karunianyalah saya bias menyelesaikan laporan ini dengan sehat-sehat walafiaat, amin
Tak lupa ucapan terimkasi saya ucapkan kepada teman-teman yang membantu saya dalam menyelesaikan laporan ini. Terutama buat ade-ade yang suda menluakan waktu untuk sama-sama mneyelesaiakn laporan ini.
Semoga kita tetap dalam ridho Tuhan Yang Maha Esa, Amin

Poka 2017
Penulis
Abubakar fauzi difinubn
Nim 2013-63-050



BAB I.
PENDAHULUAN
Gondok adalah salah satu tumbuhan air mengapung yang mempunyai nama latin Eichhornia Crassipes. Eceng Gondok juga dikenal dengan nama Kelipuk di daerah Palembang, Ringgak di Lampung, Tumpe di Manado, dan Ilung-ilung di daerah Dayak. Namun di kebanyakan daerah Indonesia mengenalnya dengan nama Eceng Gondok.
Tanaman ini pertama kali ditemukan oleh seorang ahli botani Jerman berna Carl Friedrich Philipp Von Martius secara tidak sengaja ketika sedang melakukan penjelajahan di Sungai Amazon, Brazil. Dalam klasifikasinya eceng gondok tergolong …
Kerajaan: Plantae
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Liliopsida
Ordo: Commelianales
Famili:Pontederiaceae
Genus: Eichhornia, Kunth
Spesies: E. Crassipes
Tanaman Eceng Gondok sering dianggap sebagai gulma yang merusak ekosistem air karena sifat pertumbuhannya yang cepat dan mudah sekali menyebar dari badan air satu ke badan air lainnya. Selain itu Eceng Gondok sering menghalangi masuknya sinar matahari ke dalam perairan sehingga makhluk hidup yang berada di perairan tersebut akan kekurangan vitamin dan membuatnya sulit bernapas. Bayangkan saja, 10 tanaman Eceng Gondok bisa berkembang menjadi 600.000 dalam waktu 8 bulan. Eceng Gondok bisa tumbuh sampai ketinggian 40 cm sampai 80 cm.
Eichornia crassipes atau biasa dikenal dengan nama eceng godok merupakan tumbuhan yang hidup mengapung di air dan kadang-kadang berakar dalam tanah. Eceng gondok pertama kali ditemukan oleh seorang ilmuwan bernama Carl Friedrich Philipp von Martius, seorang ahli botani berkebangsaan Jerman pada tahun 1824 ketika sedang melakukan ekspedisi di Sungai Amazon, Brasil. Awalnya didatangkan ke Indonesia pada tahun 1894 dari Brazil untuk koleksi Kebun Raya Bogor. Ternyata kemudian tumbuhan ini menyebar luas ke beberapa perairan di Indonesia karena kemampuannya menyerap nutrient terutama nitrogen, fosfat dan potasium juga logam-logam berat seperti Cr, Pb, Hg, Cd, Cu, Fe, Mn, Zn dengan baik. 
Eceng gondok memiliki kemampuan tumbuh yang sangat cepat, terutama pada perairan yang mengandung banyak nutrient. Dalam waktu 7-10 hari eceng gondok dapat berkembang biak menjadi dua kali lipat. Laju pertumbuhan yang cepat ini menyebabkan tanaman eceng gondok telah berubah menjadi tanaman gulma perairan dan menimbulkan kerugian antara lain mempercepat pendangkalan perairan, menurunkan produksi ikan sebab eceng gondok mengambil ruang dan unsur hara yang juga dibutuhkan oleh ikan, mempersulit saluran irigasi, menghalangi lalulintas perahu, media penyebaran penyakit dan menyebabkan penguapan air sampai 3 sampai 7 kali lebih besar daripada penguapan air di perairan terbuka. Pengendalian pertumbuhan dari eceng gondok sangat sulit dilakukan, baik secara mekanik, biologi maupun secara kimiawi.
Eceng gondok dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak, bahan kerajinan, pupuk, dan yang menarik adalah eceng gondok juga dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan biogas. Pemanfaatan eceng gondok sebagai bahan baku biogas dikarenakan memiliki kandungan 43% hemiselulosa dan selulosa sebesar 17%. Hemiselulosa akan dihidrolisis menjadi glukosa oleh bakteri melalui proses anaerobic digestion, yang akan menghasilkan gas metan (CH4) dan karbondioksida (CO2) sebagai biogas. Biogas merupakan salah satu sumber energi alternatif terbarukan yang paling efisien dan efektif untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar minyak. Dalam hal ini pemerintah telah menerbitkan peraturan Presiden RI nomor 5 tahun 2006 tentang kebijakan energy nasional untuk mengembangkan sumber energy alternative. 
1.2.Tujuan

1.      Mengamati perkembangan eceng gondok pada suhu yang berbeda
2.      Mengamti proses perkembangannya
3.      Untuk lebih memahami eceng gondok.

a.        Manfaat
Manfaat Eceng Gondok untuk kesehatan
1.      Eceng Gondok mengandung zat protein, karbohidrat, zat besi, kalsium, kalori, dan fosfor.
2.      Eceng Gondok mengandung vitamin A, B1, dan C
3.      Mampu menyembuhkan gangguan buang air kecil karena penyumbatan
4.      Mengobati gangguan panas tenggorokan
5.      Mengobati efek gatal pada kulit akibat ulat atau hewan sejenis
6.      Mengatasi sakit bisul
Manfaat Eceng Gondok lainnya
1.      Eceng Gondok sebagai pakan ternak (ikan nila, lele, bebek, itik, dan kambing)
2.      Eceng Gondok sebagai pupuk organik
3.      Eceng Gondok sebagai bahan bakar biogas
4.      Eceng Gondok untuk kerajinan tangan dan furnitur (pengrajin eceng gondok ada di Rawa Pening)
5.      Eceng Gondok sebagai penyerap logam berat dalam air
Manfaat Eceng Gondok Sebagai Pembersih Polutan Logam Berat
Salah satu manfaat Eceng Gondok yang paling disoroti adalah kemampuannya untuk membersihkan polutan logam berat dalam air.
Penelitian tentang hal ini pernah dilakukan oleh Widyanto dan Susilo pada tahun 1977 yang dalam laporannya mengatakan bahwa dalam 24 jam …
… Eceng Gondok mampu menyerap Logam Kadmium (Cd) 1,35 mg/g, Merkuri (Hg) 1,77 mg/g, dan Nikel (Ni) 1,16 mg/g bila logam tersebut tidak bercampur.
Sedangkan bila logam tersebut tercampur Eceng Gondok sanggup menyerap Cd sebanya 1,23 mg/g, Hg 1,88 mg/g, dan Ni 0,35 mg/g berat kering.
Lubis dan Sofyan pada tahun 1986 menyimpulkan bahwa, Logam Krom (Cr) juga dapat diserap oleh Eceng Gondok secara maksimal pada pH 7.
Dalam penelitiannya Krom berkadar 15 ppm turun sampai 51,85%




BAB II.
Tinjawan Pustaka
Eceng gondok yang memiliki nama ilmiah Eichornia crassipes merupakan tumbuhan air dan lebih sering dianggap sebagai tumbuhan pengganggu perairan. Eceng gondok memiliki tingkat pertumbuhan yang sangat cepat. Dalam tempo 3–4 bulan saja, eceng gondok mampu menutupi lebih dar 70% permukaan danau. Cepatnya pertumbuhan eceng gondok dan tingginya daya tahan hidup menjadikan tumbuhan ini sangat sulit diberantas. Pada beberapa negara, pemberantasan eceng gondok secara mekanik, kimia dan biologi tidak pernah memberikan hasil yang optimal. Ada juga hasil penelitian yang menunjukkan bahwa eceng gondok berpotensi menghilangkan air permukaan sampai 4 kali lipat jika dibandingkan dengan permukaan terbuka. Pertumbuhan populasi eceng gondok yang tidak terkendali menyebabkan pendangkalan ekosistem perairan dan tertutupnya sungai serta danau.
Selain sisi gelapnya, tumbuhan yang aslinya berasal dari Brazil ini juga ternyata memiliki sisi terangnya. Beberapa penelitian menunjukkan, eceng gondok dapat menetralisir logam berat yang terkandung dalam air. Pada beberapa daerah, eceng gondok bermanfaat sebagai bahan baku kerajinan tangan. Karena kandungan seratnya yang tinggi, eceng gondok bahkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri. Di Thailand, eceng gondok sudah menjadi komoditi petani, dibuat plot-plot seperti pencetakan sawah-sawah di Jawa. Di negara gajah putih ini, eceng gondok juga telah menjadi bahan baku industri kerajinan rakyat.
Pengolah Limbah Domestik
Dari berbagai hasil penelitian, eceng gondok terbukti mampu menyerap zat kimia baik yang berasal dari limbah industri maupun rumah tangga (domestik). Karena kemampuannya itu, eceng gondok dapat dimanfaatkan untuk mengolah limbah kedua sumber tersebut (industri dan rumah tangga) secara biologi. Salah satu gambaran untuk mengetahui kemampuan eceng gondok dalam mengelola limbah domestik adalah hasil penelitian Djaenudin (2006). Pada penelitian ini, air yang digunakan berasal dari pembuangan air limbah domestik Desa Tlogomas, Kotamadya Malang, Provinsi Jawa Timur. Air limbah ini ditambung dalam sebuah reaktor dengan volume 58,8 meter kubik, ketebalan dinding dan alas berbeton mencapai 20 cm. Reaktor ini dilengkapi dengan inlet (tempat masuknya air) dan inlet (tempat keluarnya air). Bagian dasar reaktor diisi dengan kerikil (berdiameter antara 3-4 mm) hingga terisi tiga perempat dari kedalaman reaktor. Eceng gondok ditanam seluas setengahnya dari luas permukaan reaktor. Lama penyimapanan air dalam reaktor adalah 3,17 hari.
Penelitian tersebut memperoleh hasil sebagai berikut: nilai TSS (total padatan terlarut) outlet rata-rata 180 mg/l, sudah di bawah nilai baku mutu yang dipersyaratkan yaitu 200 mg/l. Nilai rata-rata efisiensi pengolahan TSS 31,7. Nilai Total-P outlet rata-rata 0,8 mg/l, masih di atas nilai baku mutu yang dipersyaratkan yaitu 0,1 mg/l. Nilai rata-rata efisiensi pengolahan Total-P 42,64. Nilai Total-N outlet rata-rata 32,5 mg/l, masih di atas nilai baku mutu yang dipersyaratkan yaitu 20 mg/l. Nilai rata-rata efisiensi pengolahan Total-N 52,13 Nilai COD outlet rata-rata 225 mg/l, masih berada di atas nilai baku mutu yang dipersyaratkan yaitu 100 mg/l. Nilai rata-rata efisiensi pengolahan COD 42,1. Nilai pH air limbah tidak mengalami perubahan secara berarti yaitu berkisar antar nilai 6 dan 8. Penggantian tanaman sebaiknya dilakukan sebulan sekali. Meskipun hampir sebagian besar parameter yang diamati masih berada di atas baku mutu yang dipersyaratkan, eceng gondok telah mampu mengurangi kandungan zat-zat pencemar dalam perairan. Dengan demikian, untuk mengembalikan kualitas air, pengolahan secara biologi ini harus dilakukan secara berulang.
Penyerap Logam Berat
Dewasa ini, pencemaran logam berat merupakan salah satu permasalahan yang banyak dihadapi oleh ekosistem perairan. Umumnya, upaya penanganan pencemaran logam berat memerlukan biaya yang cukup mahal. Namun, eceng gondok menawarkan pemecahan masalah tersebut dengan biaya yang cukup murah. Beberapa logam berat yang sering mencemari ekosistem perairan diantaranya Fe, Mg, Mn, Pb, dan Ni. Menurut Widyanto dan Suselo (1977), kemampuan eceng gondok dalam menyerap logam berat tergantung pada beberapa hal, seperti jenis logam berat dan umur gulma. Penyerapan logam berat per satuan berat kering tersebut lebih tinggi pada umur muda daripada umur tua. Logam berat beracun yang dapat diserap oleh eceng gondok terhadap berat keringnya adalah Cd (1,35 mg/g), Hg (1,77 mg/g), dan Ni (1,16 mg/g) dengan larutan yang masing-masing mengandung logam berat sebesar 3 ppm. Muramoto dan Oki (1983) mengungkapkan, eceng gondok mampu menyerap logam berat Cd sebesar 1,24 mg/g; Pb sebesar 1,93 mg/g; dan Hg sebesar 0,98 mg/g terhadap berat keringnya yang ditumbuhkan dalam media yang mengandung logam berat 1 ppm. Sementara itu, hasil percobaan Chigbo et al. (1980) menunjukkan, Hg dan As yang mampu diserap oleh logam berat masing-masing sebesar 2,23 dan 3,28 mg/g dari berat keringnya. Berdasarkan bagian tanamannya, logam berat yang terserap lebih banyak berkumpul di akar daripada di bagian lainnya. Misalnya hasil penelitian Jana dan Das (2003) untuk penyerapan Cd. Pada bagian akar, konsentrasi Cd berkisar 125 – 152 mikrogram per gram berat kering akar, dan pada bagian daun sebesar 21 – 63 mikrogram per gram berat kering daun.
Selanjutnya, eceng gondok juga ternyata mampu menyerap uranium yang terlarut dalam perairan. Menurut Yatim (1991), uranium yang diserap dan terakumulasi pada akar sekitar 40 – 60%, dan dapat terlepas pada pembilasan. Hasil penelitian selanjutnya menunjukkan, tingkat penyerapan uranium oleh eceng gondok dipengaruhi pH, kadar nutrisi larutan dan berat awal eceng gondok. Pada pH yang lebih rendah, penyerapan uranium oleh eceng gondok lebih banyak karena pada kondisi pH ini uranium terdapat dalam bentuk ion uranil yang stabil dan mempunyai ukuran ion yang lebih kecil. Uranium juga lebih banyak diserap oleh eceng gondok yang memiliki massa lebih besar. Ini karena eceng gondok yang lebih berat mempunyai permukaan akar yang lebih luas. Akan tetapi, pada larutan nutrisi yang lebih pekat, penyerapan uranium oleh eceng gondok cenderung berkurang. Ini karena adanya peningkatan kompetisi antara penyerapan uranium dengan penyerapan unsur nutrisi oleh tanaman. Pada larutan Hoagland 10% dengan pH 5 dan kandungan uranium 8 – 12 ppm, kapisitas penyerapan uranium dalam kondisi maksimal, yakni berkisar antara 500 – 600 µg per gram berat kering eceng gondok setelah 10 – 12 hari. Pada kondisi ini, laju pertumbuhan eceng gondok sekitar 3% berat kering per hari. Pada larutan limbah, kapasitas eceng gondok menyerap uranium sekitar 200 µg per gram berat kering tanaman setelah 8 hari laju, dan laju pertumbuhannya mencapai 2 % berat kering per hari. Pada populasi 1 ha, kapasitas eceng gondok menyerap uranium (dengan tetap memperhatikan pertumbuhannya) sekitar 2,16 kg (pada larutan Hoagland) dan 0,98 kg (pada larutan limbah). Dengan memperhitungkan fraksi uranium yang terbilas, pengurangan uranium dari larutan Hoagland dan limbah masing-masing sekitar 3, 16 dan 1,76 kg. Dengan demikian, eceng gondok mempunyai potensi dimanfaatkan sebagai kolektor uranium.
Bahan Baku Pulp dan Kertas
Di saat sedang menurunnya pasokan kayu tropis dan meningkatnya kerusakan hutan, eceng gondok dapat dijadikan sebagai penyedia bahan baku pulp yang bernilai ekonomis. Menurut Patt (1992), proses pulping kimia masih dianggap menguntungkan secara ekonomis apabila nilai rendemen tersaring di atas 40% dan bilangan Kappa dibawah 25. Hasil penelitian Supriyanto dan Muladi (1999) menunjukkan, rendemen tersaring pulp eceng gondok sekitar 44,28% dan bilangan Kappa sebesar 16,55. Sementara itu, sifat fisika dan mekanika kertas yang dihasilkan pada nilai interpolasi derajat giling 40ºSR meliputi: kerapatan kertas sebesar 0,993%, kekuatan tarik sebesar 4060 m, kekuatan retak sebesar 338 kPa dan kekuatan sobek sebesar 346 mN. Berdasarkan data tersebut, maka kualitas pulp dan kertas dari eceng gondok menurut standar tergolong dalam kelas kualita II. Dengan demikian, eceng gondok memiliki prospek sebagai bahan baku kertas yang bernilai ekonomis cukup tinggi.
Bahan Baku Pupuk Organik
Dalam industri pupuk alternatif, eceng gondok juga dapat dijadikan sebagai bahan baku pupuk organik. Ini karena mengandung N, P, K, dan bahan organik yang cukup tinggi. Daerah yang sudah mengembangkan pabrik pupuk berbahanbaku eceng gondok adalah Kabupaten Lamongan. Ketika pertama kali berproduksi ditahun 2001 pabrik pupuk eceng gondok mempunyai kapasitas produksi 5-7 ton sehari. Kini setelah ada penambahan mesin baru maka kapasitas produksi ditingkatkan hingga mencapai 15 ton sehari. Pupuk organik yang dihasilkan dari pabrik ini diberi nama Pupuk Maharani. Untuk mendapatkan pupuk organik yang berstandar internasional, pupuk ini diberi campuran bahan lainnya. Bahan tersebut adalah kotoran binatang (ayam, sapi atau lembu) serta ramuan enrichment yang diperoleh dari pengkomposan. Enrichment adalah sebuah formula khusus agar kadar standar organiknya tercapai. Berdasarkan hasil uji laboratorium, pupuk ini memiliki kandungan unsur hara N sebesar 1,86%; P205 sebesar 1,2%; K20 sebesar 0,7%; C/N ratio sebesar 6,18%; bahan organik seebsar 25,16% serta C organik:19,81. Dengan kandungan seperti ini, pupuk dari eceng gondok mampu menggantikan pupuk anorganik,dan dapat mengurangi penggunaan bahan kimia hingga 50% dari dosisnya. Sebagai bahan perbandingan, Winarno (1993) menyebutkan, eceng gondok dalam keadaan segar memiliki komposisi bahan organic 36,59%, C organic 21,23% N total 0,28%, P total 0,0011% dan K total 0,016%.
Penggunaan pupuk organik berbahan baku eceng gondok memberikan hasil yang sangat menggembirakan. Anakan (percabangan) dari tiap batang lebih banyak dibandingkan awalnya. Dengan tambahan pupuk Maharani, diperoleh 18-20 anakan padi. Sedangkan dengan urea, hanya diperoleh 14-16 anakan padi. Tanaman yang diberi tambahan pupuk organik juga memiliki warna daun merata hijau. Sementara itu, tanaman yang diberi urea, awalnya memiliki daun berwarna hijau tapi lama kelamaan kekuningan. Tidak hanya itu, tanaman padi yang diberi tambahan pupuk organik ini memiliki batang yang lebih kuat dari tiupan angin dan tampilan fisiknya lebih tegak. Hasil yang memuaskan tidak hanya berupa tampilan fisik, melainkan juga berupa produksi dan biaya yang dikeluarkan. Penggunaan pupuk organik telah meningkatkan produksi gabah rata-rata 500 kg tiap hektarnya. Dari segi biaya, penggunaan pupuk organik menghasilkan efisiensi pupuk Rp. 265.000/ha/panen. Sebab, dengan menggunakan pupuk anorganik, rata-rata biaya yang dibutuhkan sebesar Rp 900.000 per hektar. Sedangkan dengan tambahan pupuk organik, biaya yang dibutuhkan sebesar Rp 635.000 per hektar. Komposisi pemberian pupuk tiap 1 hektare sawah padi terdiri atas 500 kg pupuk organik dan 150 kg urea, tanpa tambahan KCL (Siagian, 2006).
Sumber Pakan Ternak dan Ikan
Sebagaimana tanaman lainnya, eceng gondok dapat dijadikan pakan ternak. Karena tingginya kandungan serat kasar, eceng gondok harus diolah terlebih dahulu. Salah satu teknik pengolahannya adalah melalui teknologi fermentasi. Pada proses ini, eceng gondok diolah menjadi tepung, kemudian difermentasi secara padat dengan menggunakan campuran mineral dan mikroba Trichoderma harzianum yang dilakukan selama 4 hari pada suhu ruang.
Proses fermentasi ini mampu meningkatkan nilai gizi yang terkandung dalam eceng gondok. Protein kasar meningkat sebesar 61,81% (6,31 ke 10,21%) dan serat kasar turun 18% (dari 26,61 ke 21,82%). Pada saat dikonsumsikan pada ayam, eceng gondok fermentasi tidak menimbulkan pengaruh yang berbeda secara nyata terhadap konsumsi, bobot hidup, konversi pakan, persentase karkas, lemak abdomen dan bobot organ pencernaan (proventrikulus dan ventrikulus), meskipun terdapat kecendrungan penurunan nilai gizi pada peningkatan produk fermentasi eceng gondok. Karena itu, eceng gondok fermentasi dapat dicampurkan sampai tingkat 15% dalam ransum ayam pedaging (Mahmilia, 2005).
Pada penelitian lain, daun eceng gondok dapat dimanfaatkan sebagai pakan pelet tepung untuk budidaya ikan, meski tidak sebaik pelet komersil. Ikan yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis nila. Pemeliharaan dilakukan selama 8 minggu dengan perlakuan pellet bertepung daun eceng gondok 10%; 20%; 30%; dan pembanding (tanpa campuran pelet tepung). Hasil penelitian menunjukan bahwa pemberian pellet betepung daun eceng gondok 10% memberikan pengaruh terbaik bagi pertumbuhan nisbi (193,25%), nilai efisiensi pakan (40,31%). Akan tetapi, pemberian pellet komersil sebagai pembanding masih lebih baik dibandingkan dengan pemberian pellet bertepung daun eceng gondok, baik pertumbuhan nisbi maupun nilai efisiensi pakan (Timburas, 2000).


BAB III.
Metode Praktekum
Waktu dan lokasi Praktekum.
Pelaksanan kegiatan praktekum mata kuliah Limnologi, pada hari Kamis - minggu

Bahan dan alat
Bahan-bahan yang dibutuhkan dalam kegiatan ini adalah :
a.       Camera
b.      Pena, Pinsil. Dll
c.       Buku gambar
d.       
Metode pengambilan data.
Yang pertama
1.3.Tujuan

4.      Mengamati perkembangan eceng gondok pada suhu yang berbeda
5.      Mengamti proses perkembangannya
6.      Untuk lebih memahami eceng gondok.



BAB IV.
Hasil dan Pembahasan



BAB V.
KESIMPULAN dan SARAN



Tidak ada komentar:

Posting Komentar