Laporan
Praktekum
Mata Kuliah :
Limnologi
Oleh
Nama
: Abuakar fauzi difinubun
Nim
: 2013-63-050
Prodi : MSP
FAKULTAS
PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PRODI MANAJAMEN
SUBERDAYA PERAIRAN
UNIVERSITAS
PATTIMURA AMBON
2017
Daftar isi.
Kata pengantar ……………………………………………!
BAB I.
Pendahuluan ……………………………………………!
1.1.
Latar belakang ……………………………………………!
1.2.
Tujuan ……………………………………………!
1.3.
Manfaat ……………………………………………!
BAB II. Tinjawan
pustaka……...…………………………………!
BAB III. Metode
praktekum ………………………………!
2.1. Waktu & temapat praktekum …..……………………!
2.1. Alat dan bahan …………………………………………!
2.3. Metode pengambilan data …………..…..………………!
BAB IV. Hasil
dan Pembahasan …….…………...……………!
BAB V. Kesempulan
dan saran ………………………………!
Daftar pustaka ………………………………!
Lampiran ………………………………!
1.1. Kata Pengantar :
Segalah
puji bagi tuha YME. Atas segalah karunianyalah saya bias menyelesaikan laporan
ini dengan sehat-sehat walafiaat, amin
Tak lupa ucapan
terimkasi saya ucapkan kepada teman-teman yang membantu saya dalam menyelesaikan
laporan ini. Terutama buat ade-ade yang suda menluakan waktu untuk sama-sama
mneyelesaiakn laporan ini.
Semoga kita
tetap dalam ridho Tuhan Yang Maha Esa, Amin
Poka
2017
Penulis
Abubakar
fauzi difinubn
Nim
2013-63-050
BAB I.
PENDAHULUAN
Gondok adalah salah satu tumbuhan
air mengapung yang mempunyai nama latin Eichhornia Crassipes. Eceng
Gondok juga dikenal dengan nama Kelipuk di daerah Palembang, Ringgak
di Lampung, Tumpe di Manado, dan Ilung-ilung di daerah Dayak.
Namun di kebanyakan daerah Indonesia mengenalnya dengan nama Eceng Gondok.
Tanaman ini pertama kali ditemukan
oleh seorang ahli botani Jerman berna Carl Friedrich Philipp Von Martius secara
tidak sengaja ketika sedang melakukan penjelajahan di Sungai Amazon, Brazil.
Dalam klasifikasinya eceng gondok tergolong …
Kerajaan: Plantae
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Liliopsida
Ordo: Commelianales
Famili:Pontederiaceae
Genus: Eichhornia, Kunth
Spesies: E. Crassipes
Tanaman Eceng Gondok sering dianggap
sebagai gulma yang merusak ekosistem air karena sifat pertumbuhannya yang cepat
dan mudah sekali menyebar dari badan air satu ke badan air lainnya. Selain itu
Eceng Gondok sering menghalangi masuknya sinar matahari ke dalam perairan
sehingga makhluk hidup yang berada di perairan tersebut akan kekurangan vitamin
dan membuatnya sulit bernapas. Bayangkan saja, 10 tanaman Eceng Gondok bisa
berkembang menjadi 600.000 dalam waktu 8 bulan. Eceng Gondok bisa tumbuh sampai
ketinggian 40 cm sampai 80 cm.
Eichornia crassipes
atau biasa dikenal dengan nama eceng godok merupakan tumbuhan yang hidup
mengapung di air dan kadang-kadang berakar dalam tanah. Eceng gondok pertama
kali ditemukan oleh seorang ilmuwan bernama Carl Friedrich Philipp von Martius,
seorang ahli botani berkebangsaan Jerman pada tahun 1824 ketika sedang
melakukan ekspedisi di Sungai Amazon, Brasil. Awalnya didatangkan ke Indonesia
pada tahun 1894 dari Brazil untuk koleksi Kebun Raya Bogor. Ternyata kemudian
tumbuhan ini menyebar luas ke beberapa perairan di Indonesia karena
kemampuannya menyerap nutrient terutama nitrogen, fosfat dan potasium juga
logam-logam berat seperti Cr, Pb, Hg, Cd, Cu, Fe, Mn, Zn dengan baik.
Eceng gondok
memiliki kemampuan tumbuh yang sangat cepat, terutama pada perairan yang
mengandung banyak nutrient. Dalam waktu 7-10 hari eceng gondok dapat berkembang
biak menjadi dua kali lipat. Laju pertumbuhan yang cepat ini menyebabkan
tanaman eceng gondok telah berubah menjadi tanaman gulma perairan dan
menimbulkan kerugian antara lain mempercepat pendangkalan perairan, menurunkan
produksi ikan sebab eceng gondok mengambil ruang dan unsur hara yang juga
dibutuhkan oleh ikan, mempersulit saluran irigasi, menghalangi lalulintas
perahu, media penyebaran penyakit dan menyebabkan penguapan air sampai 3 sampai
7 kali lebih besar daripada penguapan air di perairan terbuka. Pengendalian
pertumbuhan dari eceng gondok sangat sulit dilakukan, baik secara mekanik,
biologi maupun secara kimiawi.
Eceng gondok dapat
dimanfaatkan sebagai pakan ternak, bahan kerajinan, pupuk, dan yang menarik
adalah eceng gondok juga dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan biogas.
Pemanfaatan eceng gondok sebagai bahan baku biogas dikarenakan memiliki
kandungan 43% hemiselulosa dan selulosa sebesar 17%. Hemiselulosa akan
dihidrolisis menjadi glukosa oleh bakteri melalui proses anaerobic digestion,
yang akan menghasilkan gas metan (CH4) dan karbondioksida (CO2) sebagai biogas.
Biogas merupakan salah satu sumber energi alternatif terbarukan yang paling
efisien dan efektif untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar
minyak. Dalam hal ini pemerintah telah menerbitkan peraturan Presiden RI nomor
5 tahun 2006 tentang kebijakan energy nasional untuk mengembangkan sumber
energy alternative.
1.2.Tujuan
1.
Mengamati
perkembangan eceng gondok pada suhu yang berbeda
2.
Mengamti proses
perkembangannya
3.
Untuk lebih
memahami eceng gondok.
a.
Manfaat
Manfaat Eceng Gondok untuk kesehatan
1.
Eceng
Gondok mengandung zat protein, karbohidrat, zat besi, kalsium, kalori, dan
fosfor.
2.
Eceng
Gondok mengandung vitamin A, B1, dan C
3.
Mampu
menyembuhkan gangguan buang air kecil karena penyumbatan
4.
Mengobati
gangguan panas tenggorokan
5.
Mengobati
efek gatal pada kulit akibat ulat atau hewan sejenis
6.
Mengatasi
sakit bisul
Manfaat Eceng Gondok lainnya
1.
Eceng
Gondok sebagai pakan ternak (ikan nila, lele, bebek, itik, dan kambing)
2.
Eceng
Gondok sebagai pupuk organik
3.
Eceng
Gondok sebagai bahan bakar biogas
4.
Eceng
Gondok untuk kerajinan tangan dan furnitur (pengrajin eceng gondok ada di Rawa
Pening)
5.
Eceng
Gondok sebagai penyerap logam berat dalam air
Manfaat Eceng Gondok Sebagai
Pembersih Polutan Logam Berat
Salah satu manfaat Eceng Gondok yang paling disoroti adalah
kemampuannya untuk membersihkan polutan logam berat dalam air.
Penelitian tentang hal ini pernah dilakukan oleh Widyanto
dan Susilo pada tahun 1977 yang dalam laporannya mengatakan bahwa dalam 24 jam
…
… Eceng Gondok mampu menyerap Logam Kadmium (Cd) 1,35 mg/g,
Merkuri (Hg) 1,77 mg/g, dan Nikel (Ni) 1,16 mg/g bila logam tersebut tidak
bercampur.
Sedangkan bila logam tersebut tercampur Eceng Gondok sanggup
menyerap Cd sebanya 1,23 mg/g, Hg 1,88 mg/g, dan Ni 0,35 mg/g berat kering.
Lubis dan Sofyan pada tahun 1986 menyimpulkan bahwa, Logam
Krom (Cr) juga dapat diserap oleh Eceng Gondok secara maksimal pada pH 7.
Dalam penelitiannya Krom berkadar 15 ppm turun sampai 51,85%
BAB II.
Tinjawan Pustaka
Eceng gondok yang memiliki nama
ilmiah Eichornia crassipes merupakan tumbuhan air dan lebih sering
dianggap sebagai tumbuhan pengganggu perairan. Eceng gondok memiliki tingkat
pertumbuhan yang sangat cepat. Dalam tempo 3–4 bulan saja, eceng gondok mampu
menutupi lebih dar 70% permukaan danau. Cepatnya pertumbuhan eceng gondok dan
tingginya daya tahan hidup menjadikan tumbuhan ini sangat sulit diberantas.
Pada beberapa negara, pemberantasan eceng gondok secara mekanik, kimia dan
biologi tidak pernah memberikan hasil yang optimal. Ada juga hasil penelitian
yang menunjukkan bahwa eceng gondok berpotensi menghilangkan air permukaan
sampai 4 kali lipat jika dibandingkan dengan permukaan terbuka. Pertumbuhan
populasi eceng gondok yang tidak terkendali menyebabkan pendangkalan ekosistem
perairan dan tertutupnya sungai serta danau.
Selain sisi gelapnya, tumbuhan yang
aslinya berasal dari Brazil ini juga ternyata memiliki sisi terangnya. Beberapa
penelitian menunjukkan, eceng gondok dapat menetralisir logam berat yang
terkandung dalam air. Pada beberapa daerah, eceng gondok bermanfaat sebagai
bahan baku kerajinan tangan. Karena kandungan seratnya yang tinggi, eceng
gondok bahkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri. Di Thailand,
eceng gondok sudah menjadi komoditi petani, dibuat plot-plot seperti pencetakan
sawah-sawah di Jawa. Di negara gajah putih ini, eceng gondok juga telah menjadi
bahan baku industri kerajinan rakyat.
Pengolah Limbah Domestik
Dari berbagai hasil penelitian,
eceng gondok terbukti mampu menyerap zat kimia baik yang berasal dari limbah
industri maupun rumah tangga (domestik). Karena kemampuannya itu, eceng gondok
dapat dimanfaatkan untuk mengolah limbah kedua sumber tersebut (industri dan
rumah tangga) secara biologi. Salah satu gambaran untuk mengetahui kemampuan
eceng gondok dalam mengelola limbah domestik adalah hasil penelitian Djaenudin
(2006). Pada penelitian ini, air yang digunakan berasal dari pembuangan air
limbah domestik Desa Tlogomas, Kotamadya Malang, Provinsi Jawa Timur. Air
limbah ini ditambung dalam sebuah reaktor dengan volume 58,8 meter kubik,
ketebalan dinding dan alas berbeton mencapai 20 cm. Reaktor ini dilengkapi
dengan inlet (tempat masuknya air) dan inlet (tempat keluarnya air). Bagian
dasar reaktor diisi dengan kerikil (berdiameter antara 3-4 mm) hingga terisi
tiga perempat dari kedalaman reaktor. Eceng gondok ditanam seluas setengahnya
dari luas permukaan reaktor. Lama penyimapanan air dalam reaktor adalah 3,17
hari.
Penelitian tersebut memperoleh hasil
sebagai berikut: nilai TSS (total padatan terlarut) outlet rata-rata 180 mg/l,
sudah di bawah nilai baku mutu yang dipersyaratkan yaitu 200 mg/l. Nilai
rata-rata efisiensi pengolahan TSS 31,7. Nilai Total-P outlet rata-rata 0,8
mg/l, masih di atas nilai baku mutu yang dipersyaratkan yaitu 0,1 mg/l. Nilai
rata-rata efisiensi pengolahan Total-P 42,64. Nilai Total-N outlet rata-rata
32,5 mg/l, masih di atas nilai baku mutu yang dipersyaratkan yaitu 20 mg/l.
Nilai rata-rata efisiensi pengolahan Total-N 52,13 Nilai COD outlet rata-rata
225 mg/l, masih berada di atas nilai baku mutu yang dipersyaratkan yaitu 100
mg/l. Nilai rata-rata efisiensi pengolahan COD 42,1. Nilai pH air limbah tidak
mengalami perubahan secara berarti yaitu berkisar antar nilai 6 dan 8.
Penggantian tanaman sebaiknya dilakukan sebulan sekali. Meskipun hampir
sebagian besar parameter yang diamati masih berada di atas baku mutu yang
dipersyaratkan, eceng gondok telah mampu mengurangi kandungan zat-zat pencemar
dalam perairan. Dengan demikian, untuk mengembalikan kualitas air, pengolahan
secara biologi ini harus dilakukan secara berulang.
Penyerap
Logam Berat
Dewasa ini, pencemaran logam berat
merupakan salah satu permasalahan yang banyak dihadapi oleh ekosistem perairan.
Umumnya, upaya penanganan pencemaran logam berat memerlukan biaya yang cukup
mahal. Namun, eceng gondok menawarkan pemecahan masalah tersebut dengan biaya
yang cukup murah. Beberapa logam berat yang sering mencemari ekosistem perairan
diantaranya Fe, Mg, Mn, Pb, dan Ni. Menurut Widyanto dan Suselo (1977),
kemampuan eceng gondok dalam menyerap logam berat tergantung pada beberapa hal,
seperti jenis logam berat dan umur gulma. Penyerapan logam berat per satuan
berat kering tersebut lebih tinggi pada umur muda daripada umur tua. Logam
berat beracun yang dapat diserap oleh eceng gondok terhadap berat keringnya
adalah Cd (1,35 mg/g), Hg (1,77 mg/g), dan Ni (1,16 mg/g) dengan larutan yang
masing-masing mengandung logam berat sebesar 3 ppm. Muramoto dan Oki (1983)
mengungkapkan, eceng gondok mampu menyerap logam berat Cd sebesar 1,24 mg/g; Pb
sebesar 1,93 mg/g; dan Hg sebesar 0,98 mg/g terhadap berat keringnya yang
ditumbuhkan dalam media yang mengandung logam berat 1 ppm. Sementara itu, hasil
percobaan Chigbo et al. (1980) menunjukkan, Hg dan As yang mampu diserap oleh
logam berat masing-masing sebesar 2,23 dan 3,28 mg/g dari berat keringnya. Berdasarkan
bagian tanamannya, logam berat yang terserap lebih banyak berkumpul di akar
daripada di bagian lainnya. Misalnya hasil penelitian Jana dan Das (2003) untuk
penyerapan Cd. Pada bagian akar, konsentrasi Cd berkisar 125 – 152 mikrogram
per gram berat kering akar, dan pada bagian daun sebesar 21 – 63 mikrogram per
gram berat kering daun.
Selanjutnya, eceng gondok juga
ternyata mampu menyerap uranium yang terlarut dalam perairan. Menurut Yatim
(1991), uranium yang diserap dan terakumulasi pada akar sekitar 40 – 60%, dan
dapat terlepas pada pembilasan. Hasil penelitian selanjutnya menunjukkan,
tingkat penyerapan uranium oleh eceng gondok dipengaruhi pH, kadar nutrisi
larutan dan berat awal eceng gondok. Pada pH yang lebih rendah, penyerapan
uranium oleh eceng gondok lebih banyak karena pada kondisi pH ini uranium
terdapat dalam bentuk ion uranil yang stabil dan mempunyai ukuran ion yang
lebih kecil. Uranium juga lebih banyak diserap oleh eceng gondok yang memiliki
massa lebih besar. Ini karena eceng gondok yang lebih berat mempunyai permukaan
akar yang lebih luas. Akan tetapi, pada larutan nutrisi yang lebih pekat,
penyerapan uranium oleh eceng gondok cenderung berkurang. Ini karena adanya
peningkatan kompetisi antara penyerapan uranium dengan penyerapan unsur nutrisi
oleh tanaman. Pada larutan Hoagland 10% dengan pH 5 dan kandungan uranium 8 –
12 ppm, kapisitas penyerapan uranium dalam kondisi maksimal, yakni berkisar
antara 500 – 600 µg per gram berat kering eceng gondok setelah 10 – 12 hari.
Pada kondisi ini, laju pertumbuhan eceng gondok sekitar 3% berat kering per
hari. Pada larutan limbah, kapasitas eceng gondok menyerap uranium sekitar 200
µg per gram berat kering tanaman setelah 8 hari laju, dan laju pertumbuhannya
mencapai 2 % berat kering per hari. Pada populasi 1 ha, kapasitas eceng gondok
menyerap uranium (dengan tetap memperhatikan pertumbuhannya) sekitar 2,16 kg
(pada larutan Hoagland) dan 0,98 kg (pada larutan limbah). Dengan
memperhitungkan fraksi uranium yang terbilas, pengurangan uranium dari larutan
Hoagland dan limbah masing-masing sekitar 3, 16 dan 1,76 kg. Dengan demikian,
eceng gondok mempunyai potensi dimanfaatkan sebagai kolektor uranium.
Bahan
Baku Pulp dan Kertas
Di saat sedang menurunnya pasokan
kayu tropis dan meningkatnya kerusakan hutan, eceng gondok dapat dijadikan
sebagai penyedia bahan baku pulp yang bernilai ekonomis. Menurut Patt (1992),
proses pulping kimia masih dianggap menguntungkan secara ekonomis apabila nilai
rendemen tersaring di atas 40% dan bilangan Kappa dibawah 25. Hasil penelitian
Supriyanto dan Muladi (1999) menunjukkan, rendemen tersaring pulp eceng gondok
sekitar 44,28% dan bilangan Kappa sebesar 16,55. Sementara itu, sifat fisika
dan mekanika kertas yang dihasilkan pada nilai interpolasi derajat giling 40ºSR
meliputi: kerapatan kertas sebesar 0,993%, kekuatan tarik sebesar 4060 m,
kekuatan retak sebesar 338 kPa dan kekuatan sobek sebesar 346 mN. Berdasarkan
data tersebut, maka kualitas pulp dan kertas dari eceng gondok menurut standar
tergolong dalam kelas kualita II. Dengan demikian, eceng gondok memiliki
prospek sebagai bahan baku kertas yang bernilai ekonomis cukup tinggi.
Bahan Baku Pupuk Organik
Dalam industri pupuk alternatif,
eceng gondok juga dapat dijadikan sebagai bahan baku pupuk organik. Ini karena
mengandung N, P, K, dan bahan organik yang cukup tinggi. Daerah yang sudah
mengembangkan pabrik pupuk berbahanbaku eceng gondok adalah Kabupaten Lamongan.
Ketika pertama kali berproduksi ditahun 2001 pabrik pupuk eceng gondok
mempunyai kapasitas produksi 5-7 ton sehari. Kini setelah ada penambahan mesin
baru maka kapasitas produksi ditingkatkan hingga mencapai 15 ton sehari. Pupuk
organik yang dihasilkan dari pabrik ini diberi nama Pupuk Maharani. Untuk
mendapatkan pupuk organik yang berstandar internasional, pupuk ini diberi
campuran bahan lainnya. Bahan tersebut adalah kotoran binatang (ayam, sapi atau
lembu) serta ramuan enrichment yang diperoleh dari pengkomposan. Enrichment
adalah sebuah formula khusus agar kadar standar organiknya tercapai.
Berdasarkan hasil uji laboratorium, pupuk ini memiliki kandungan unsur hara N
sebesar 1,86%; P205 sebesar 1,2%; K20 sebesar 0,7%; C/N ratio sebesar 6,18%;
bahan organik seebsar 25,16% serta C organik:19,81. Dengan kandungan seperti
ini, pupuk dari eceng gondok mampu menggantikan pupuk anorganik,dan dapat
mengurangi penggunaan bahan kimia hingga 50% dari dosisnya. Sebagai bahan
perbandingan, Winarno (1993) menyebutkan, eceng gondok dalam keadaan segar
memiliki komposisi bahan organic 36,59%, C organic 21,23% N total 0,28%, P
total 0,0011% dan K total 0,016%.
Penggunaan pupuk organik berbahan
baku eceng gondok memberikan hasil yang sangat menggembirakan. Anakan
(percabangan) dari tiap batang lebih banyak dibandingkan awalnya. Dengan
tambahan pupuk Maharani, diperoleh 18-20 anakan padi. Sedangkan dengan urea,
hanya diperoleh 14-16 anakan padi. Tanaman yang diberi tambahan pupuk organik
juga memiliki warna daun merata hijau. Sementara itu, tanaman yang diberi urea,
awalnya memiliki daun berwarna hijau tapi lama kelamaan kekuningan. Tidak hanya
itu, tanaman padi yang diberi tambahan pupuk organik ini memiliki batang yang
lebih kuat dari tiupan angin dan tampilan fisiknya lebih tegak. Hasil yang
memuaskan tidak hanya berupa tampilan fisik, melainkan juga berupa produksi dan
biaya yang dikeluarkan. Penggunaan pupuk organik telah meningkatkan produksi
gabah rata-rata 500 kg tiap hektarnya. Dari segi biaya, penggunaan pupuk
organik menghasilkan efisiensi pupuk Rp. 265.000/ha/panen. Sebab, dengan
menggunakan pupuk anorganik, rata-rata biaya yang dibutuhkan sebesar Rp 900.000
per hektar. Sedangkan dengan tambahan pupuk organik, biaya yang dibutuhkan
sebesar Rp 635.000 per hektar. Komposisi pemberian pupuk tiap 1 hektare sawah
padi terdiri atas 500 kg pupuk organik dan 150 kg urea, tanpa tambahan KCL
(Siagian, 2006).
Sumber Pakan Ternak dan
Ikan
Sebagaimana tanaman lainnya, eceng
gondok dapat dijadikan pakan ternak. Karena tingginya kandungan serat kasar,
eceng gondok harus diolah terlebih dahulu. Salah satu teknik pengolahannya
adalah melalui teknologi fermentasi. Pada proses ini, eceng gondok diolah
menjadi tepung, kemudian difermentasi secara padat dengan menggunakan campuran
mineral dan mikroba Trichoderma harzianum yang dilakukan selama 4 hari pada
suhu ruang.
Proses fermentasi ini mampu
meningkatkan nilai gizi yang terkandung dalam eceng gondok. Protein kasar
meningkat sebesar 61,81% (6,31 ke 10,21%) dan serat kasar turun 18% (dari 26,61
ke 21,82%). Pada saat dikonsumsikan pada ayam, eceng gondok fermentasi tidak
menimbulkan pengaruh yang berbeda secara nyata terhadap konsumsi, bobot hidup,
konversi pakan, persentase karkas, lemak abdomen dan bobot organ pencernaan
(proventrikulus dan ventrikulus), meskipun terdapat kecendrungan penurunan
nilai gizi pada peningkatan produk fermentasi eceng gondok. Karena itu, eceng
gondok fermentasi dapat dicampurkan sampai tingkat 15% dalam ransum ayam
pedaging (Mahmilia, 2005).
Pada penelitian lain, daun eceng
gondok dapat dimanfaatkan sebagai pakan pelet tepung untuk budidaya ikan, meski
tidak sebaik pelet komersil. Ikan yang digunakan pada penelitian ini adalah
jenis nila. Pemeliharaan dilakukan selama 8 minggu dengan perlakuan pellet
bertepung daun eceng gondok 10%; 20%; 30%; dan pembanding (tanpa campuran pelet
tepung). Hasil penelitian menunjukan bahwa pemberian pellet betepung daun eceng
gondok 10% memberikan pengaruh terbaik bagi pertumbuhan nisbi (193,25%), nilai
efisiensi pakan (40,31%). Akan tetapi, pemberian pellet komersil sebagai
pembanding masih lebih baik dibandingkan dengan pemberian pellet bertepung daun
eceng gondok, baik pertumbuhan nisbi maupun nilai efisiensi pakan (Timburas,
2000).
BAB III.
Metode Praktekum
Waktu dan
lokasi Praktekum.
Pelaksanan
kegiatan praktekum mata kuliah Limnologi, pada hari Kamis - minggu
Bahan
dan alat
Bahan-bahan yang dibutuhkan dalam kegiatan ini
adalah :
a. Camera
b. Pena,
Pinsil. Dll
c. Buku
gambar
d.
Metode pengambilan data.
Yang pertama
1.3.Tujuan
4.
Mengamati
perkembangan eceng gondok pada suhu yang berbeda
5.
Mengamti proses
perkembangannya
6.
Untuk lebih
memahami eceng gondok.
BAB IV.
Hasil dan Pembahasan
BAB
V.
KESIMPULAN dan SARAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar